Dikutip Dari Kompasiana
Pilpes 2024 telah usai, pada Rabu, 14 Februari 2024. Seperti yang kita ketahui dalam pilpes yang telah dilaksakan pasti melewati berbagai persyaratan, cobaan hingga tantangan untuk mendapat hasil yang maksimal. Dibutuhkan waktu, tenaga, dan pikiran yang baik dan tidak luput dari pengeluaran untuk mengadakan hal tersebut. Apakah pilpes (pemilihan presiden dan wakil presiden) ini membawa pengaruh yang signifikan pada perekonomian negara kita?
Pada 14 Februari lalu, sebanyak hampir 205 juta pemilih di 38 provinsi, 514 kabupaten/kota, 7.277 kecamatan, 83.771 desa berpartisipasi pada Pemilu untuk menentukan presiden dan wakil presiden baru serta sekitar 20.000 posisi legislatif lainnya.
Pemilu merupakan pesta demokrasi besar yang mempunyai pengaruh politik atau ekonomi di negara Indonesia. Tantangan demokrasi selama lima tahun sejak pemilu terakhir telah memberikan berbagai dampak terhadap perekonomian nasional.
Anggaran Pemilu juga menjadi salah satu fokus pemerintah pada APBN 2024. Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Abdurohman juga memaparkan pemilu berpotensi menaikkan konsumsi.
Dampak pemilu dapat dibagi menjadi dua bagian. Dampak langsungnya adalah peningkatan konsumsi pemerintah, dan dampak tidak langsungnya adalah konsumsi masyarakat. Konsumsi produk domestik bruto (PDB) pemerintah diperkirakan meningkat sebesar 0,75% pada tahun 2023 dan 1% pada tahun 2024. Sementara itu, Konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) juga diperkirakan meningkat naik sebesar 4,72% pada tahun 2023 dan 6,57% pada tahun 2024 sebagai dampak dari pengeluaran calon legislatif (caleg)
Angka tersebut berdasarkan perkiraan pengeluaran sebesar Rp 1 miliar per calon calon DPR dan sekitar Rp 200 juta untuk calon DPRD. Diperkirakan total ada 8.037 calon anggota parlemen yang bersaing memperebutkan 500 kursi DPR-RI, 12.372 kursi DPRD Tingkat I, dan 17.510 kursi DPRD Tingkat II. Sedangkan dampak tidak langsung terhadap konsumsi masyarakat sekitar 0,14% pada tahun 2023 dan 0,21% pada tahun 2024. Sementara dampak tak langsung ke konsumsi masyarakat sekitar 0,14% pada tahun 2023 dan 0,21% pada tahun 2024.
Penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) 2024 diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Diperkirakan kontribusinya diperkirakan mencapai 0,6-1,3 persen, setara dengan suntikan ke perekonomian nasional sebesar Rp 118,9 triliun hingga Rp 270,3 triliun.
Prof. Dr. Sri Herianingrum SE.MSi, guru besar ekonomi Universitas Airlangga, menjelaskan pemilu tidak hanya berdampak pada aspek teknis, namun juga fundamental. Pemilu 2024 merupakan stimulus penting yang dapat mempengaruhi keputusan investasi, terutama bagi investor asing yang cenderung berhati-hati. Pola perilaku pasar keuangan selama periode pemilu cenderung “wait and see”. Investor sedang menunggu hasil pemilu untuk menilai kebijakan pemenang. Jika kebijakan-kebijakan tersebut mendukung pertumbuhan dan stabilitas ekonomi, respons yang lebih positif mungkin akan terjadi. Sebaliknya, kebijakan yang merugikan investor dapat menurunkan investasi.
Perubahan kebijakan ekonomi pasca pemilu mungkin berdampak pada sektor-sektor tertentu. Peningkatan belanja pemerintah diharapkan dapat meningkatkan konsumsi masyarakat dan menimbulkan multiplier effect yang tinggi di semua sektor seperti halnya pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan lain-lain.
Sejarah mencatat contoh dampak langsung pemilu terhadap ekonomi. Pemenang pemilu, seperti pada masa orde lama, dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi. Sebaliknya, era reformasi di bawah BJ Habibie membawa stabilitas ekonomi dan meningkatan kepercayaan investor.
Untuk meredakan ketidakpastian ekonomi selama masa Pemilu, pemerintah perlu memastikan transparansi mengenai proses pemilu dan perencanaan politik pasca pemilu. Mendorong investasi dalam negeri, memberikan keamanan bagi investor asing, dan mengambil langkah-langkah untuk menstabilkan harga pangan merupakan langkah penting untuk menjaga stabilitas perekonomian. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengembangkan kebijakan berimbang yang mendukung sektor keuangan, barang dan jasa dalam mengelola dinamika pemilu yang kompleks.